**Melodi Hati di Paduan Suara**
Prompt: Buatlah cerita tentang diyas dan ravy dengan genre romance, mereka mengikuti paduan suara dengan teman² anggota sebagai berikut : Sopran 1. Deandra (kls 10) 2. Dinda kelas 10 3. Almas kelas 10 4. Rana kelas 10 5. Nada kelas 10 6. Zhafira kelas 10 7. Clarissa kelas 10 8. Gadiza kelas 10 9. Aya kelas 11 10. Sarah kelas 11 11. Paramitha kelas 11 12. Rahma kelas 11 13. Aqila kelas 11 alto 1. Cia kelas 11 2. Niesha kelas 11 3. Gladis kelas 10 4. Naurah kelas 10 5. Fatia kelas 10 6. Rayra kelas 11 7. Bunga kls 10 8. Iza kelas 10 9. Bianca kelas 10 10. Kamilia kelas 10 Tenor 1. Raja kelas 11 2. Ziggy kelas 10 3. Kenzie kelas 10 4. Aimar kelas 10 5. El kelas 10 6. Ravy kelas 10 7. Yusron kelas 10 8. Davin kelas 10 Bass 1. Arya kelas 10 2. Daffa kelas 10 3. Rifqi kelas 10 4. Akhdan kelas 11 5. Raffa kelas 11 6. Azka kelas 10 7. Adam kelas 10 8. Diyas kelas 10 Diyas (seme) adalah anak yang periang dan ramah, sedangkan ravy (uke) adalah anak yang pendiam dan agak pemalu
Di bawah sinar matahari pagi yang cerah, sekumpulan siswa berkumpul di halaman depan sekolah untuk latihan paduan suara tahunan. Di antara kerumunan, Diyas berdiri dengan senyum lebar menghiasi wajahnya yang cerah. Dia adalah seorang pemuda kelas 10 yang periang dan ramah, selalu siap menghibur teman-temannya dengan lelucon dan tawa yang mengalir seperti melodi.
Tetapi di sudut lain, Ravy, seorang pemuda pendiam dan pemalu, melihat dengan penuh rasa ingin tahu. Jarinya yang kurus menggenggam alunan kertas notasi di tangan, menandai bagian bass yang harus dinyanyikannya. Dia lebih suka bersembunyi di balik bayang-bayang, jarang berinteraksi dengan teman-temannya. Meskipun demikian, setiap kali dia mendengar suara Diyas yang ceria, sebuah getaran hangat merayapi hatinya.
Latihan dimulai, dan suara-suara harmonis mulai menyeruak. Para sopran, dengan anggun dan ceria, menyanyikan bagian mereka, sementara para alto dan tenor mengisi melodi dengan nada yang indah. Diyas, yang menjadi bagian dari grup bass, mencoba menarik perhatian Ravy dengan tawanya. “Hei, Ravy! Kamu harus lebih percaya diri! Suaramu luar biasa,” sapanya sambil melambaikan tangan.
Ravy menunduk, wajahnya memerah. “Terima kasih, Diyas,” jawabnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh riuhnya latihan. Diyas bisa merasakan kehadiran Ravy, ketekunan dan bakatnya meskipun dia jarang menunjukkan diri. Momen-momen kecil seperti ini membuatnya ingin lebih dekat dengan Ravy dan menggali lebih dalam tentang siapa dia.
Seiring berjalannya waktu, para anggota paduan suara semakin akrab satu sama lain. Mereka sering berkumpul di café terdekat setelah latihan, berbagi cerita dan tawa. Meski Ravy lebih memilih untuk duduk di sudut, Diyas tak membiarkannya sendirian. “Ayo Ravy, gabunglah dengan kami!” ajak Diyas sembari menarik kursi untuk Ravy.
Perlahan, Ravy mulai membuka diri, terutama dalam kehadiran sosok yang ceria seperti Diyas. Mereka duduk berdampingan, berbicara tentang musik, sekolah, dan mimpi-mimpi mereka. Ravy mendengarkan dengan seksama saat Diyas bercerita tentang keinginannya untuk bermain di panggung besar. “Suatu saat, aku ingin bernyanyi di konser besar dan melihat banyak orang bertepuk tangan,” kata Diyas bersemangat.
Ravy tersenyum, merasakan keinginan itu meluncur dari hati Diyas. “Kamu pasti akan melakukannya. Suaramu sangat kuat,” puji Ravy, matanya bersinar. Diyas terkejut namun senang, hatinya berdebar ketika melihat senyum Ravy untuk pertama kalinya.
Hari-hari berlalu dengan cepat, dan latihan paduan suara semakin intensif menjelang konser. Keberadaan Diyas terus menjadi cahaya bagi Ravy, memberinya kepercayaan diri yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Suatu sore setelah latihan, mereka berdua berjalan pulang bersama. “Diyas, terima kasih karena selalu ada untukku. Aku merasa lebih baik saat bersamamu,” ucap Ravy dengan tulus.
Diyas berhenti sejenak, menatap Ravy. “Karena aku percaya kita bisa membuat musik bersama, Ravy. Suaramu dan suaraku, setiap nada yang kita buat, bisa menjadi sesuatu yang indah,” jawab Diyas sambil tersenyum lebar.
Ravy merasakan getaran di hatinya. “Apakah kamu tidak merasa aneh bisa dekat dengan orang sepertiku?” tanyanya ragu. Diyas menggelengkan kepala, “Tidak, Ravy. Justru aku merasa beruntung. Kamu unik, dan itu yang membuatku tertarik untuk memahami dirimu lebih dalam.”
Perasaan Ravy mulai berdebar tak menentu, harapan dan rasa senang bercampur dalam jiwanya. “Aku… aku juga merasa ada koneksi antara kita,” ucapnya, suaranya bergetar. Kedua remaja itu saling bertatap, dan saat itu, dunia sekitar mereka seperti menghilang.
Konser pun tiba. Auditorium dipenuhi penonton, gelapnya ruang di dot dengan cahaya panggung yang memukau. Suara gemuruh tepuk tangan menggema saat paduan suara tampil. Di antara suara-suara indah, Diyas dan Ravy menemukan harmoni mereka. Ravy berdiri di ujung panggung, matanya hanya terfokus pada Diyas, yang berdiri di tengah, membawakan bagian solo dengan penuh perasaan.
Saat Diyas menyanyikan lirik yang penuh makna, Ravy merasakan harapan berkobar dalam dadanya. Suara Diyas mengalun lembut, mengisi setiap sudut hati Ravy. Dengan keberanian yang terkumpul, Ravy memutuskan untuk mengambil langkahnya. Setelah penampilan, saat tepuk tangan mulai mereda, dia mencari Diyas di antara kerumunan.
“Diyas!” panggil Ravy, mendekat dengan cepat. Diyas melihat Ravy, matanya bersinar cerah. “Kamu luar biasa! Suaramu memberi kehidupan pada seluruh pertunjukan!” serunya penuh semangat.
Ravy mengumpulkan keberanian, “Diyas, aku ingin mengatakan sesuatu.” Dia menatap dalam-dalam. “Aku menyukaimu lebih dari seorang teman.”
Diyas tersenyum lebar, dia bisa merasakan getaran yang sama. “Aku juga, Ravy. Kamu istimewa bagiku.”
Di tengah sorakan dan kegembiraan, mereka berdua berdiri berhadapan, terhubung oleh melodi yang mengalun di hati mereka. Itulah saat di mana mereka berdua menyadari bahwa cinta bisa tumbuh dari persahabatan. Dalam harmoni yang indah, melodi hati mereka saling bersatu, dan dunia seakan bergoyang mengikuti irama cinta yang baru saja dimulai.